Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
bentuk perdamaian antar agama |
contoh tahlilan warga indonesia |
contoh kartun tahlilan |
contoh kasus :
Sebagai agama yang mencerahkan dan mencerdaskan, Islam membimbing kita menyikapi sebuah kematian sesuai dengan hakekatnya yaitu amal shalih, tidak dengan hal-hal duniawi yang tidak berhubungan sama sekali dengan alam sana seperti kuburan yang megah, bekal kubur yang berharga, tangisan yang membahana, maupun pesta besar-besaran.Bila diantara saudara kita menghadapi musibah kematian, hendaklah sanak saudara menjadi penghibur dan penguat kesabaran, sebagaimana Rasulullah memerintahkan membuatkan makanan bagi keluarga yang sedang terkena musibah tersebut, dalam hadits:
“Kirimkanlah makanan oleh kalian
kepada keluarga Ja’far, karena mereka sedang tertimpa masalah yang
menyesakkan”.(HR Abu Dawud (Sunan Aby Dawud, 3/195), al-Baihaqy (Sunan
al-Kubra, 4/61), al-Daruquthny (Sunan al-Daruquthny, 2/78), al-Tirmidzi
(Sunan al-Tirmidzi, 3/323), al- Hakim (al-Mustadrak, 1/527), dan Ibn
Majah (Sunan Ibn Majah, 1/514)
Namun ironisnya kini, justru uang jutaan
rupiah dihabiskan tiap malam (7hari berturut-turut) untuk sebuah selamatan kematian yang harus
ditanggung keluarga yang terkena musibah.
Padahal ketika Rasulullah ditanya
shodaqoh terbaik yang akan dikirimkan kepada sang ibu yang telah
meninggal, Beliau menjawab ‘air’.
Bayangkan betapa banyak orang yang
mengambil manfaat dari sumur yang dibuat itu (menyediakan air bagi
masyarakat indonesia yang melimpah air saja sangat berharga, apalagi di
Arab yang beriklim gurun), awet dan menjadi amal jariyah yang terus
mengalir.Rasulullah telah mengisyaratkan amal jariyah kita sebisa mungkin
diprioritaskan untuk hal-hal yang produktif, bukan konsumtif; memberi
kail, bukan memberi ikan; seandainya seorang pengemis diberi uang atau
makanan, besok dia akan mengemis lagi; namun jika diberi kampak untuk
mencari kayu, besok dia sudah bisa mandiri.Bilamana tidak mampu secara pribadi, toh bisa dilakukan secara patungan.
Seandainya dana umat Islam yang demikian besar untuk selamatan berupa
makanan (bahkan banyak makanan yang akhirnya dibuang sia-sia; dimakan
ayam; lainnya menjadi isyrof) dialihkan untuk memberi beasiswa kepada
anak yatim atau kurang mampu agar bisa sekolah, membenahi
madrasah/sekolah islam agar kualitasnya sebaik sekolah faforit (yang
umumnya milik umat lain),atau menciptakan lapangan kerja dan memberi
bekal ketrampilan bagi pengangguran, niscaya akan lebih bermanfaat.
Namun shodaqoh tersebut bukan suatu keharusan, apalagi bila memang tidak
mampu. Melakukannya menjadi keutamaan, bila tidak mau pun tidak boleh
ada celaan.
Sebagian ulama menyatakan mengirimkan
pahala tidak selamanya harus dalam bentuk materi, Imam Ahmad dan Ibnu
Taimiyah berpendapat bacaan al- Qur’an dapat sampai sebagaimana puasa,
nadzar, haji, dll; sedang Imam Syafi’i dan Imam Nawawi menyatakan bacaan
al-Qur’an untuk si mayit tidak sampai karena tidak ada dalil yang
memerintahkan hal tersebut, tidak dicontohkan Rasulullah dan para
shahabat.
Berbeda dengan ibadah yang wajib atau
sunnah mu’akad seperti shalat, zakat, qurban, sholat jamaah, i’tikaf 10
akhir ramadhan, yang mana ada celaan bagi mereka yang meninggalkannya
dalam keadaan mampu.
Akan tetapi di masyarakat kita selamatan kematian/tahlilan telah dianggap melebihi kewajiban- kewajiban agama. Orang yang meninggalkannya dianggap lebih
tercela daripada orang yang meninggalkan sholat, zakat, atau kewajiban
agama yang lain. Sehingga banyak yang akhirnya memaksakan diri karena takut akan sanksi sosial tersebut. Mulai dari berhutang, menjual tanah, ternak atau barang berharga yang
dimiliki, meskipun di antara keluarga terdapat anak yatim atau orang
lemah.
Dibalik selamatan kematian tersebut
sesungguhnya juga terkandung tipuan yang memperdayakan. Seorang yang
tidak beribadah/menunaikan kewajiban agama selama hidupnya, dengan
besarnya prosesi selamatan setelah kematiannya akan menganggap sudah
cukup amalnya, bahkan untuk menebus kesalahan-kesalahannya.
Juga seorang anak yang tidak taat
beribadahpun akan menganggap dengan menyelenggarakan selamatan, telah
menunaikan kewajibannya berbakti/mendoakan orang tuanya.Namun ketika Islam datang ke tanah Jawa ini, menghadapi kuatnya adat
istiadat yang telah mengakar. Masuk Islam tapi kehilangan
selamatan-selamatan, beratnya seperti masyarakat Romawi disuruh masuk
Nasrani tapi kehilangan perayaan kelahiran anak Dewa Matahari 25
Desember.
Tanggapan dan solusi :
Acara tahlillan atau selamatan untuk mendo'a kan arwah saudara kita yang telah meninggal dunia memang boleh tapi tidak wajib, bahkan bisa menjadi tidak baik kalau acara selametan tersebut terlalu wah dan terlalu memaksakan kemampuan,karena acara yang seperti itu lebih banyak madorodnya dr pada manfaatnya. Yang ada para tamu gak fokus sama inti dari acara selametannya tetapi fokus sama makanan yang di sediakan. Jadi acara tersebut di adakan secara sederhana,kusyuk dan khitmat agar berjalan baik, ada manfaat dan barokahnya. Amin
http://muhibbulislam.wordpress.com/2012/03/04/tahlilan-dalam-pandangan-nu-muhammadiyah-persis-al-irsyad-wali-songo-ulama-salaf-dan-4-mazhab/
http://muhibbulislam.wordpress.com/2012/03/04/tahlilan-dalam-pandangan-nu-muhammadiyah-persis-al-irsyad-wali-songo-ulama-salaf-dan-4-mazhab/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar