Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki
potensi untuk terjadinya perpecahan. Hal ini terjadi karena adanya sikap
etnosenris dan memandang kelompok lain dengan ukuran yang sama-sekali tidak ada
konsesus atasnya. Terdapat lebih dari 200 suku dan 300 bahasa. Sehingga
Indonesia adalah negara yang sangat kaya ada-istiadat. Namun, kekayaan itu akan
menjadi lumpuh ketika perbedaan di antaranya tidak diperkuat oleh sikap
nasionalisme. Hal bisa dilhat dari banyaknya konflik antaretnis di tahun
1990-an. Seperti tragedi Sampit, antar suku Madura dan Dayak. Dimana terdapat
kecemburuan ekonomi anatar Madura sebagai pendatang dan Dayak sebagai penduduk
asli. Tragedi Pos, Ambon, dan Perang adat di Papua.
Sebagai
contoh kasus etnosentrisme adalah kejadian di Papua. Seperti yang diberitakan
Kompas Juli 2002, ada 312 suku yang menghuni Papua. Suku-suku ini merupakan
penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai, Amungme, Kamoro, biak,
Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh, Amaru, dan Iha. Setiap
suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang berbeda. Sehingga saat ini
tedapat 312 bahasa di sana.
Tempat-tempat
pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara tradisional dengan corak kehidupan
sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan
hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula
berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam
pula.
Keanekaragaman
ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001,
dimana terdapat perang adat antara suku Asmat dan Dani.
Masing-masing-masing-masing suku merasa sukunyalah yang paling benar dan harus
dihormati. Perang adat berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah
satu pihak yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka
perang pun tidak akan pernah berakhir.
serangan suku dani |
Fenomena
yang sama juga banyak terjadi di kota-kota besar misalnya Yogyakarta. Sebagai
kota multiultur, banyak sekali pendatang dari penjuru nusantara dengan
latarbelakang kebudayaan yang berbeda Masig-masing-masing membawa kepentingan
dan nilai dari daerah masing-masing. Kekhawatiran yang keudan muncul adalah
adalnya sentiment primordial dan etnosentris. Misalnya mahasiswa yang berasal
dari Medan (suku Batak) akan selalu bersi keras pada pendirian dan sikap yang
menyebut dirinya sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan kasar (kasar dalam
artian tegas). Sedangkan Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan merasa lebih
bisa diterima di mana pun berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh orde baru,
menganggap dirinya paling maju dari daerah lain. Sehingga ketika berhubungan
dengan orang luar Jawa, maka stigma yang terbentuk adalah stigma negatif
seperti malas, kasar, dan pemberontak.
contoh etnosentrisme. |
Opini dan penyelasaian masalah:
Di setiap negara, kota ataupun daerah pasti ada yang namanya etnosentrisme yang kental di dalamnya, apalagi di Indonesia yang satu daerahnya terdapat banyak sekali etnis/suku, tetapi hal ini salah besarkalau di jaddikan alasan untuk menimbulkan terjadinya konflik atau perang . Justru dengan banyaknya etnis/suku akan membuat semakin elok sbuah negara dan jadi pusat perhatian yang baik dari negara lain maka dari itu janganlah saling mencaci maki etnis lain, hiduplah berdampingan dan
eratkan tali persaudaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar